Friday 21 December 2012

Magical Night at Bosscha

Rasanya masih lekat dalam ingatan saat booming film anak-anak Petualangan Sherina meskipun saat ini sudah 12 tahun berlalu dari saat pertama kali film ini diluncurkan. Dengan cerita sederhana namun menghibur, film ini mampu mengangkat lanskap Indonesia secara apik sehingga mengangkat popularitas salah satu tempat bersejarah di Jawa Barat : Observatorium Bosscha.
heading twilight @Bosscha
Seiring popularitas yang meningkat, otomatis banyak orang yang menjadikan tempat pengamatan dan penelitian astronomi tertua di Indonesia ini sebagai salah satu tujuan wisata. Terlebih bagi keluarga yang turut membawa anaknya serta, pergi ke Observatorium Bosscha akan menambah wawasan pengunjung tentang astronomi sekaligus mencoba bagaimana rasanya melihat benda langit lebih dekat dengan menggunakan teropong yang disediakan secara langsung.  

Pengetahuan tentang planet, bulan, bintang, angkasa dan seisinya sudah pasti akan kita dapatkan di tempat ini, pengalaman langsung tak pula ketinggalan. Namun ada perasaan lain yang saya dapatkan saat mahasiswa ITB yang berkesempatan memandu menjabarkan galaksi tata surya dan seisinya lewat presentasi yang memukau. Bukan, bukan caranya berbicara dengan kata-kata indah yang memukau saya, melainkan bagaimana mereka menampilkan simulasi ukuran antar planet. Terpaku sekaligus merinding saat satu persatu benda angkasa yang ukurannya ribuan, jutaan, bahkan miliaran kali lebih besar dari bumi ditampilkan hingga pada akhirnya ada perbandingan antara ukuran bumi dan benda angka terbesar (yang sejauh ini diketahui). Jika benda-benda yang bertaburan di angkasa saja sebesar itu, bisa dibayangkan betapa besar dan agungnya yang menciptakan benda-benda itu tadi kan?

Belum habis rasa takjub dari pengetahuan baru tentang ukuran penghuni-penghuni langit, dalam perjalanan turun sepulangnya dari Bosscha saya berhenti sesaat untuk menikmati sebaran lampu dari puncak Lembang. Mendadak terdengar sayup suara adzan Isya bersahutan, dari satu masjid ke masjid lain bak maraton dan seolah terus berkumandang tanpa jeda. Di sini saya sekali lagi meresapi kehadiran Sang Pencipta dalam kegelapan dengan pendar cahaya dari rumah penduduk sekitar.
Lembang light's sprinkles

Kabut semakin tebal membuat dinginnya menembus jaket-jaket yang tak kalah tebal, kami akhirnya memutuskan untuk pulang. Ketiadaan lampu di sepanjang jalan pulang tak menjadi masalah berarti karena dilalui bersama dengan celotehan puas setelah mengunjungi Bosscha. It's like universe trying to show us another side of  Bosscha and all magical feeling that could happened when we were there. Magical.

Thursday 13 December 2012

Turnamen Foto Perjalanan Ronde 8 : Colour





Show Me Your True Colour..~

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk melestarikan batik dan mengenalkannya kepada generasi yang lebih muda, dengan memberi perlengkapan untuk memberi kesempatan mencoba, misalnya. Dengan media yang meski sederhana dan kain secukupnya, hal ini tak membuat anak-anak kecil ragu mencoba untuk membatik sendiri. Tak peduli warnanya mbleber kemana-mana, batik kreasi mereka ini seolah menunjukkan keceriaan dunia anak-anak. Lihat, warna yang mereka pilih pun ceria bukan?

Lokasi : Taman Pintar Jogjakarta

*post ini dibuat untuk memeriahkan Turnamen Foto Perjalanan Ronde 8 : Colour

Thursday 6 December 2012

Indrayanti, Tak Lagi Jadi Misteri

Ini nama yang unik untuk sebuah pantai sebenarnya, semacam dedikasi untuk seseorang bernama Indrayanti. Dugaan ini nggak lama hilang karena ternyata orang lebih mengenal warung Indrayanti yang ada di pantai ini daripada nama aslinya : "Pantai Pulang Syawal". Coba deh tanya sama penduduk lokal/tour guide dimana letak pantai Pulang Syawal, kebanyakan dari mereka pasti geleng-geleng dan menunjukkan muka bingung. Giliran ditanya di mana letak pantai Indrayanti, yang ada muka berbinar dan sukarela menunjukkan arah untuk menuju kesana.

Hasil googling sana-sini, sepertinya tempat ini menarik. Pantai bersih dengan pemandangan yang beda dari pantai lain yang ada di Jogja, sepertinya juga belum banyak yang mengunjungi tempat ini. Beruntung pada saat menjadi tour guide dadakan kemarin, beberapa anggota rombongan ingin melihat sendiri seperti apa Pantai Indrayanti. Saat menempuh perjalanan selama +- 2 jam dari daerah Malioboro, kira-kira seperti ini bayangan pantai yang mau didatangi :




Bagus yak?

Memasuki gerbang daerah wisata kumpulan pantai (Baron, Kukup, Krakal,dll) termasuk pantai Indrayanti, antrian bus dan kendaraan pribadi terlihat padat. Hmm, apakah memang seramai ini pengunjung pada hari libur ya? Pikir saya, mungkin antrian ini akan terpisah dan berpencar ke pantai-pantai lain selain Indrayanti. Masih berusaha menghibur diri, positive thinking :P Tak lama, dugaan saya dimentahkan oleh antrian menuju pantai Indrayanti dan diperkuat saat saya mulai memasuki wilayah pantai. Alih-alih pemandangan seperti di atas yang saya dapatkan, saya takjub dengan pemandangan seperti ini :

*pusing*

Buyaarr sudah impian menikmati pantai yang belum terlalu terkenal :)) Meskipun tergolong baru, wisata pantai Indrayanti ini ternyata telah menyedot perhatian banyak pengunjung. Tak hanya backpacker, single/small group of traveler yang rela menempuh jarak jauh serta jalanan berkelok tajam untuk menikmati keindahan pantai ini, rombongan dengan bus besar dari luar kota pun banyak! Puas memandangi lautan manusia, saya langsung celingukan mencari pemadam kelaparan terdekat. Sebelum memutuskan membeli sesuatu, mendadak teringat wejangan yang sempat diberikan oleh penduduk lokal bahwa harga makanan di pantai Indrayanti termasuk mahal. Akhirnya nggak memilih yang aneh-aneh, mie instan pun jadi pilihan untuk disantap ditemani dengan kelapa muda segar. Baru tahu kalau di sini pengunjung akan menemui kelapa muda yang tak biasa : diberi gula pasir. Aneh sih menurut saya. But whatever, I just drank it anyway :))

Kaget rasanya melihat suasana pantai yang jauh dari bayangan, boro-boro mau menikmati pemandangan alamnya, sepanjang mata memandang hanya terlihat manusia. Sedahsyat inikah dampak review yang ditampilkan di media tv dan internet? Hal yang dikhawatirkan jika ada satu kawasan wisata yang mendadak kebanjiran pengunjung adalah rusaknya alam wisata itu sendiri karena tingkah para pengunjung yang kurang bertanggung jawab seperti membuang sampah sembarangan atau merusak tanaman yang tumbuh disekitar kawasan tersebut. Beruntung masyarakat kawasan sekitar yang mengelola pantai Indrayanti  nampaknya sigap untuk mengantisipasi hal itu dengan memberi banyak tempat sampah dan denda bagi yang membuang sampah sembarangan. Namun sudah semestinya dimanapun kita, seharusnya selalu menghargai alam dengan tidak berlaku seenaknya, ada atau tidak ada aturan tertulis. 

Overall, saya kurang puas mengunjungi pantai ini :)) Mungkin nanti suatu hari bisa ada kesempatan menginap selama 2 hari di salah satu resor yang ada di kompleks pantai ini dan menjelajahi satu pantai ke pantai yang lain seharian. Bukan saat weekend, tentunya!